Rabu, 20 Mei 2009

Nasib Baik dan Buruk



Nasib baik dan nasib buruk, siapa yang tahu? Dalam hidup ini, kadang sesuatu yang kita prediksikan berbeda dengan realitas yang terjadi. Sehingga, hal itu menjadi sebuah masalah dan selalu mengganggu pikiran. Seseorang yang kuat mentalnya, mungkin bisa menerima dan tabah. Namun bagi orang yang tidak kuat mentalnya bisa menyebabkan frustasi bahkan depresi, bersikap apatis terhadap makna yang telah terjadi, padahal disetiap kejadian banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran bagi kehidupan mendatang.
Ikhlas, adalah sebuah jalan untuk menghindari frustasi yang diakibatkan oleh harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Namun ikhlas dalam konteks ini bukanlah ikhlas yang menerima apa adanya. Ikhlas di sini adalah mengakui sebuah kejadian pahit yang terjadi, sebagai rangkaian dari hidup, yang kita jalani. Jika ikhlas diartikan sebagai hal yang demikian, maka untuk bangkit dari sebuah ketepurukan tidaklah sulit. Bahkan dengan bermodalkan pengalaman sebelumnya, kita bisa melangkah pasti dengan menjadikan pengalaman itu sebagai rambu-rambu dalam mengambi keputusan hidup. Seperti yang ditegaskan dalam Al Quran surah An-Nisa, Allah SWT berfirman: “Kecuali orang-orang yang tobat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS AN-Nisa: 146)
Keikhlasan untuk menerima suatu kejadian pahit juga harus ditopang dengan sikap memaafkan. Karena dengan memaafkan, hati ini akan terasa lega. Apapun kejadiannya, dengan sesama manusia atau sedang ditimpa kemalangan, insya Allah semua akan kembali seperti sedia kala. Dari Abu Hurairah Radiyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Suatu sedekah tidak akan mengurangi harta, Allah tidak akan menambah kepada seorang hamba yang suka member maaf kecuali kemuliaan, dan seseorang tidak merendahkan diri karena Allah kecuali Allah mengangkat orang tersebut." (HR. Muslim)



Sesungguhnya suatu kejadian dalam hidup, entah itu baik ataupun buruk tergantung dari penilaian kita. Oleh karenanya, ketika suatu kejadian yang dinilai pahit itu datang, hendaklah kita memaafkan dan mengikhlaskan kejadian itu. Dan kita harus menerima karena hal itu adalah bagian dari hidup yang kita jalani. Dengan demikian insya Allah, hati ini akan tenang dan jauh dari frustasi bahkan depresi. Dan nantinya tidak akan ada satupun calon anggota legistatif yang depresi akibat tidak terpilih. Dan mereka akan bangkit serta membangun bangsa ini maju walaupun tidak duduk dalam parlemen.

(tulisan ini pernah dimuat pada koran harian umum nasional Republika, pada rubrik Hikmah)

ILMU

Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya, dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat. (HR. Ar-Rabii')

Hadis di atas merupakan sebuah landasan bagi setiap muslim untuk selalu menuntut ilmu dalam keadaan senang maupun susah, bahkan sampai keliang lahat. Ilmu bisa dijadikan sebuah alat untuk mencari kemuliaan dunia. Namun, ilmu juga bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Setiap orang berilmu, pasti memiliki suatu pegangan dalam hidup guna menapaki jalan yang berliku. Berbeda dengan seorang yang tidak memiliki ilmu. Ia akan berpegaan kepada apapun yang ia temui. Ia tidak menelaah terlebih dahulu, apakah pegangan itu akan membantunya atau justru membuat ia menjadi hancur. Dan Allah SWT pun memuji sekalugus memberi ganjaran bagi mereka yang senantiasa menuntut ilmu. “Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim)

Dalam sebuah konsep jihad pun, kita pastilah mengenal konsep jihad bi qalam. Konsep jihad ini berarti seorang muslim dituntut untuk memuliakan agamanya dengan terus menuntut ilmu dan menyebarkannya seseluruh penjuru dunia. Karena dengan hal itu maka islam akan tersiar dan diterima dengan mudah, serta tidak dipaksakan. Seperti pada jaman kekhalifahan yang di pimpin oleh Harun Ar Rasyid. Dimana seluruh orang berbondong-bondong masuk ke bagdad untuk menuntut ilmu di negeri seribu satu malam itu. Hal ini sesuai dengan firman Allah surah Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al Mujadillah: 11)

Sebuah ilmu ibarat sebuah pedang, yang mana dengan pedang itu kita dapat menaklukan zaman. Dan seorang yang berdiri tanpa ilmu adalah seorang tanpa senjata yang selalu dalam keadaan bahaya kapanpun dan dimanapun ia berada. Wallahua’lam bisawab.