Kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari Khuluqun yang menurut bahasa artinya adalah budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata-kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan kata khulqun yang berarti kejadian, juga erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta. Demikian juga dengan makhlukqun yang berarti yang diciptakan. Imam Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tertanam didalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tdak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Sedangkan Prof. Dr. Ahmad Amin menjelaskan akhlak ialah kehendang yang dibiasakan. Artinya adalah kehendak itu bila dibiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Meskipun kita melihat definisi akhlak berbeda-beda namun maknanya adalah sama. Proses pembentukan berawal dari suatu wacana menuju dekonstruksi kemudian menjadi rekrontruksi jika digambarkan kedalam suatu bagan seperti dibawah ini:
Ide => Kecenderungan => Keinginan kuat => Perilaku
Saya akan memberikan contoh shalat subuh berjamaah. Dalam shalat subuh berjamaah, tidak sembarang orang dapat melakukannya, seperti shalat jumat. Oleh karenanya ada beberapa ungkapan ketika kita ingin melihat berapa banyak kaum Muslim lihat pada shalat jum’at. Namun ketika kita igin melihat berapa banyak orang Mu’min, lihat pada shalat subuh di masjid. Sebelum menjadi akhlak, ia akan berwujud ke perilaku dahulu barulah ketika perilaku sudah baik akan meningkat lagi kearah kebiasaan. Ketika seseorang ingin melakukan shalat subuh berjamaah akan muncul ide terlebih dahulu. dari sebuah ide muncul kecendrungan yang akhirnya menjadi sebuah keinginan yang kuat. Dari keinginan yang kuat, ia berazzam dalam hatinya sehingga menimbulkan suatu yang bernama Niat. Dari niat yang semakin mantap sehingga menjadi sebuah perilaku. Dalam hadis disebutkan :
“Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)
Ditulis oleh: Agus Setyadi H.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar