
Anda pasti tahu cermin dan kerap menggunakannya sehari−hari. Apalagi bagi mereka yang senang menjaga penampilannya. Dengan bercermin, ia menjadi tahu bagian mana yang kurang atau sudah pas dalam penampilannya. Warna atau motif yang digunakan, apakah sudah cocok dengan postur tubuh dan warna kulit, sang cerminlah yang akan mengatakan cocok atau tidaknya bagi si pemakai.
Bayangkanlah, apa jadinya bila Allah SWT tidak menciptakan cermin bagi diri kita? Boleh jadi, seseorang yang berpenampilan buruk rupa akan merasa bahwa dia adalah yang paling mulia sejagad raya, atau sebaliknya seseorang yang rupawan takkan tahu bahwa ada kelebihan dari dirinya yang mesti dipertahankan.
Namun pernahkah anda bercermin dari suatu peristiwa yang tarjadi ?, baik bercermin dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Bercermin atas kejadian luar biasa dan kemudian mengambil hikmah dan pelajaran berharga untuk dinikmati dalam memperbaiki penampilan diri kita?.
Namun persoalannya, tidak semua dari kita mampu melakukan itu. Suatu kejadian yang Alloh SWT hadirkan dalam kehidupan kita semuanya memiliki makna bila kita selami lebih dalam lagi. Dan bagi orang−orang yang beruntunglah yang mampu melihat hikmah atas peristiwa apapun, sebagaimana firman Alloh SWT dalam Al−Quran :
Allah menganugerahkan al hikmah kepada siapa yang dikehendaki−Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar−benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang−orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (Al−Baqarah : 269).
Hari ini, dimana bulan pembuka di tahun 2007 mengawali waktu kita, pasti ada peristiwa−peristiwa di belakang masa yang berarti buat kita. Dan tak ada sesuatu yang paling berkesan selain mengambil pelajaran (hikmah) untuk kemanfaatan di depan masa yang sedang menanti. Rasulullah berpesan dengan sabdanya bahwa Hikmah adalah barang seorang muslim yang hilang dan siapapun yang menemukan, maka menjadi miliknya.
Bisa dipastikan, seseorang yang rajin bercermin akan lebih arif dalam melihat diri dan sekitarnya. Seperti sabda rasul, bahwa pelajaran itu berserakan di jalan, siapapun yang bisa mendapatkan maka menjadi miliknya. Di sinilah diperlukan keahlian khusus dalam melihat setiap persistiwa.
Bisa jadi, kalau kita tertusuk duri bisa ditafsirkan sebagai kesialan ketimbang hikmah. Namun bagi sang pengambil hikmah seperti halnya Lukmanul Hakim yang namanya diukir dalam Al−Quran, peristiwa itu dipahami sebagai bentuk penyelamatan Allah terhadap dirinya dari kebakaran yang akan membinasakannya.

(bencana surat cinta dari Allah untuk mengingatkan hambanya kembali pada-Nya)
Lalu, bagaimana dengan bencana banjir yang baru saja kita lewati? Apakah itu bencana? Ataukah ujian? Periksalah kembali diri kita ketika tampil di hadapan Sang Khaliq. Barangkali, kita terlalu enggan menata diri dengan penampilan terbaik saat bersujud dalam AsmaNya. Seandainya kita belajar dari kisah Luqman di atas, bukankah indah peristiwa buruk sekalipun ada pelajaran berharga yang mungkin terserak dan tak ada yang memetiknya barasng secuil pun.
Jadi, keahlian khusus yang seyogyanya dipelajari mulai saat ini adalah penanaman husnuzhon (baik sangka) kita terhadap peristiwa yang Allah berikan setiap harinya. Melihatnya bukan hanya dari kacamata kebaikan kita, tetapi melalui kacamata kebaikan Allah untuk kita.
Sehingga, bisa jadi perbaikan diri kita akan lebih mudah manakala kita mampu berkata jujur ketika hikmah datang dari peristiwa di hadapan mata kita. Dan sesungguhnya, tak ada yang lebih nikmat selain memperbaiki diri setiap hari sebagaimana pesan Khalifah Umar ra, "Hisablah (amal) dirimu sebelum engkau dihisabNya di hari kiamat". Lalu, adakah sesuatu yang lebih indah dari kesadaran ini? Wallahu'lam bishshowab
Sumber: PKPU Online. Ditulis oleh Lufti Avianto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar